Jumat, 29 Februari 2008

Perempuan-Perempuan Perkasa


Wanita dijajah pria sejak dulu
Dijadikan perhiasan sangkar madu

Sepenggal bait lagu berjudul “Sabda Alam” karya mendiang seniman besar Ismail Marzuki diatas menggulirkan pesan yang tak sulit untuk ditafsirkan, yakni bagaimana perempuan adalah mahluk lemah yang menjadi objek atas hegemoni kaum Adam.

Namun potret di atas tidaklah sepenuhnya benar jika dihadapkan pada realitas kekininan di mana sepak terjang perempuan terus menunjukan kapasitasnya sebagai sosok yang dapat diandalkan. Simak saja di tengah pusaran budaya patriarki yang demikian kuat, partisipasi perempuan Indonesia terus memasuki ruang sosial secara lebih luas hingga pada puncaknya perempuan Indonesia benar-benar tidak bisa dipandang sebelah mata kala jabatan paling prestisius dalam sebuah negara yakni Presiden pernah diduduki oleh seorang kaum hawa.

Tak hanya pada ranah elitis dan popular semata, di mana kiprah perempuan menggoreskan prestasi serta mewarnai dinamika kehidupan sosial. Jauh di belahan lainnya ada seribu satu kisah perempuan yang mampu menunjukan jati dirinya sebagai mahluk yamg kuat serta pantang menyerah dalam menghadapi keadaan-keadaan yang sulit.

Sebut saja teh Lilis (41) demikian ia biasa disapa, kehidupannya sebagai ibu rumah tangga mulai berubah sejak suaminya terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) empat tahun silam. Kenyataan pahit yang menimpa keluarga Lilis bertambah karena tidak lama selepas PHK, suaminya mengalami depresi serta gangguan jantung.

Ada tekad luhur yang memotivasi Lilis untuk melakukan sesuatu yang mungkin saja masih dianggap janggal bagi kebanyakan masyarakat kita. Pada tahun 2004 Lilis menjadi tenaga sekuriti pada salah satu rumah sakit swasta di Bandung. Setelah masa kontrak kerjanya habis, pada tahun 2005 ia kemudian beralih haluan menjadi tukang ojeg hingga sekarang. “Saya ngojeg karena suami sakit dan tidak bisa kerja berat saya jadi nggak tega ngeliatnya dulu kan sewaktu suami masih sehat ia nyenegin kita, nah sekarang suami lagi kena musibah saya tidak boleh merengek dan harus bantu dia, kita juga ingin mandiri lebih baik begini ketimbang nyusahin orang, terus yang penting buat saya, ini semua demi sekolah anak dan kelangsungan keluarga,“ujar Lilis.

Babak baru Lilis sebagai tukang ojeg tidaklah semulus apa yang ia bayangkan, tentangan demi tentangan datang menghantamnya baik itu dari keluarga, lingkungan bahkan dari sesama tukang ojeg. Derasnya hujan serta teriknya matahari ditambah kerasnya hidup di jalanan tak pernah mematahkan semangatnya untuk tetap hidup mandiri dan menjaga kelangsungan hidup keluarga dan pendidikan kedua anaknya Dery Erlangga Rizky Pratama yang kini menjadi siswa SMK Negeri 2 serta Mulky Maulana Putra kelas enam Sekolah Dasar Negeri Pada Suka V. ”Saya diejek, memalukan katanya perempuan-perempuan kok ngojek, ejekan itu dari keluarga, tetangga, tukang ojeg sendiri tapi saya sabar aja toh lama-lama jadi biasa, saya harus bisa menyesuaikan diri saat ngojeg soalnya laki-laki semua, cuma saya sendiri perempuannnya. Dan saya nggak malu apalagi gengsi yang penting anak-anak bisa sekolah dan keluarga bisa makan. Justru saya malu kalau menjalankan hal-hal yang dilarang kalau ngojeg kan halal dan saya juga malu kalau sampai anak-anak tidak bisa sekolah,” tandas Lilis. Profesi yang kini ia geluti membawanya pula pada pengalaman yang mungkin tak pernah terbayangkan sebelumnya. Pernah Lilis harus bermotor ria mengantarkan penumpang keluar kota seperti Sumedang dan Lembang, bahkan pada suatu waktu ia pernah nyaris saja jadi korban aksi perampokan.

Sebagai orang tua Lilis sadar betul bahwa kehadirannya sangatlah dibutuhkan keluarga. Untuk itu ia berusaha memanfaatkan waktu sebaik mungkin hingga di tengah kerja kerasnya ia tetap bisa menjalankan tugasnya sebagai seorang ibu.

Usai sembahyang subuh seperti biasa Lilis mengerjakan apa yang dilakukan oleh ibu-ibu rumah tangga pada umumnya yakni mencuci dan menyiapkan sarapan pagi untuk anak serta suami. Setelah mengantarkan kedua anaknya sekolah, ia lantas berjibaku mengais rezeki bersama para tukang ojeg lainnya yang berjumlah kurang lebih lima ratus orang. Tiba pukul dua belas siang Lilis menjemput kedua anaknya sekolah, setepas shalat Dzuhur ia menyiapkan makan siang selanjutnya hingga pukul lima sore ia kembali mengojeg, namun disela-sela waktu tersebut ia pulang untuk menengok keadaan dirumah sekaligus shalat Ashar karena ibadah ritual yang satu ini nyaris tak pernah ia tinggalkan.

Memasuki petang hari barulah ia bisa meluangkan banyak waktu bersama keluarga. Sambil bercengkerama Lilis memanfaatkan kesempatan ini untuk menanyakan perkembangan sekolah anak-anaknya. Perhatian Lilis terhadap pendidikan sangatlah besar. Tengok saja, sekali dalam sebulan ia selalu mengunjungi tempat di mana kedua anaknya sekolah. ”Saya ngecek ke guru mereka, nanyain gimana perkembangan anak-anak saya di sekolah, bukan apa-apa saya ingin mereka berhasil. Saya juga akan berusaha sekuat tenaga membiayai mereka sampai perguruan tinggi,” ujar Lilis.

Dalam Konteks Kesetaraan Gender

Dari aspek sosial dan hukum, sejatinya perempuan secara kodrati memiliki keterbatasan dalam melakukan kegiatan fisik, terlebih keberadaan perempuan Indonesia selama kurang lebih tiga puluh tahun dibangun atas akar kultural serta struktural sebagai mainstream yang diciptakan oleh kekuasaan di mana peran perempuan diposisikan sebagai pendukung laki-laki. Pada konteks ini perempuan tak dianggap sebagai pencari nafkah utama.

“Keadaan membangun kesadaran”, pepatah tersebut benarlah adanya, buktinya adalah potret Lilis dan banyak lagi kisah-kisah serupa. Realitas ekonomi kekinian yang sulit telah mengakibatkan tuntutan kehidupan ekonomi yang semakin berat. Pada kondisi ini tidak ada lagi batasan bagi wanita untuk melakukan tugas-tugas yang mengedepankan kekuatan fisik, bahkan lebih jauh diakui atau tidak ia bisa menjadi pencari nafkah utama.

Logika lainnya dalam konteks pergulatan kesetaraan gender yang terus bergulir ada banyak lembaga maupun individu yang terus melakukan kerja-kerja edukasi. Hal ini diproyeksikan untuk membuka ruang kesadaran perempuan bahwa mereka adalah sosok yang memiliki kepribadian yang kuat serta mempunyai kemampuan untuk bisa bertahan dan merubah sebuah keadaan dengan segala dimensinya menjadi lebih baik. Menariknya hal ini pula yang ditangkap secara cerdas oleh PT.Unilever Indonesia, Tbk, dalam rangka peluncuran varian terbaru dari Sunsilk. Mereka mengemas kampanye produk mereka yang bertajuk “Sunsilk Unbrakable Women“ dengan mengusung pesan sosial bagi perempuan Indonesia agar mereka menyadari akan kekuatan jiwa yang ada pada dirinya sekaligus dapat menghargai jati diri mereka sebagai pribadi yang kuat. Pesan sosial lainnya bagaimana perempuan harus menancapkan keyakinan bahwa kiprah mereka dapat memberikan manfaat positif bagi diri dan lingkungannya.

Pesan sosial di atas sejalan dengan apa yang dicita-citakan oleh Kartini yakni kemajuan perempuan yang utuh dalam arti kemajuan perempuan harus pula mampu mengangkat derajat lingkungannya serta masyarakat secara umum. Dari perspektif ini kemajuan perempuan bukanlah kemajuan sebagai individu yang mandiri dan dilandasi oleh suatu kesadaran atas dasar diskriminasi kelamin (sexisme) semata, seperti apa yang terjadi di barat.

Kisah Lilis setidaknya dapat memberikan kontribusi kembali terkait pemaknaaan banyak orang tentang kesetaraan gender. Toh kapasitasnya sebagai perempuan tidak hanya menunjukan ketangguhannya untuk eksis dalam sebuah keadaan sulit, karena jelas kesadaran kodratinya pun tetap memelihara integritasnya dengan keluarga serta lingkungan.

Yaman Didu
Wartawan GOSANA Magazine

Selasa, 05 Februari 2008

GOSANA PEDULI LINGKUNGAN


Majalah Gratis GOSANA membagikan bibit tanaman Mahoni dan Bungur secara gratis bagi warga Bandung. GOSANA yang bekerjasama dengan Perum Perhutani Unit III Jawa Barat & Banten bermaksud meningkatkan kesadaran warga Bandung untuk menghijaukan kembali kota Bandung yang sudah semakin sempit areal hijaunya. Bibit ini disarankan ditanam di daerah-daerah yang gersang akan tanaman, misalnya halaman rumah, kantor ataupun pinggir jalan yang kurang akan areal hijau.

MARI KITA HIJAUKAN KEMBALI KOTA BANDUNG!

Untuk informasi hubungi: (022) 6035 635